Perdagangan Bebas dalam Perspektif AFTA dan Implementasinya

AFTA, ASEAN Free Trade AreaFenomena penduduk dewasa ini memang sangat mengkhawatirkan. Terjadinya ledakan penduduk mengakibatkan jumlah populasi semakin bertambah namun tidak diimbangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Kondisi perekonomian Indonesia yang semakin tidak menentu menyebabkan banyak permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satunya adalah semakin tingginya tingkat kemiskinan penduduk baik di pedesaan maupun di perkotaan, yang mengakibatkan semakin berkurangnya kemampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhannya yaitu kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier. Maka dari itu jelas, Indonesia tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhannya sendiri untuk kesejahteraan rakyat. Dengan begitu sebagai suatu negara, Indonesia perlu melakukan kerjasama dalam bentuk perdagangan internasional.

Sebagai negara yang secara geografis terletak di Asia Tenggara, bersama dengan sembilan negara lainnya dan atas dasar kesamaan letak geografis itu maka dibentuklah suatu organisasi bernama ASEAN (Asosiation of South East Asia Nation). Namun, pembentukan organisasi tersebut tidaklah semata-mata karena kesamaan letak geografis saja, tetapi juga karena secara ranah sejarahnya seluruh anggota ASEAN adalah bekas jajahan negara kolonial. Dalam organisasi tersebut terjalinlah suatu kerjasama dagang menggunakan wadah bernama AFTA.

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya ASEAN. AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan untuk menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia dalam waktu 15 tahun (1993-2008).

Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura, Thailand, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam. AFTA menjamin perdagangan luar negeri (foreign trade) dan mengembangkan kemungkinan konsumsi suatu bangsa. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara mengkonsumsi lebih banyak barang dibanding pada keadaan swasembada tanpa perdagangan luar negeri. Selanjutnya, bagaimana penerapan perdagangan bebas (Free Trade) dalam perspektif  AFTA? Jawabannya tidak lain adalah terwujudnya teori keuntungan komparatif.

Istilah perdagangan bebas identik dengan adanya hubungan dagang antar negara anggota maupun negara non-anggota. Dalam implementasinya, perdagangan bebas harus memperhatikan beberapa aspek yang mempengaruhi yaitu mulai dengan meneliti mekanisme perdagangan, prinsip sentral dari keuntungan komparatif (comparative advantage), pro dan kontra di bidang tarif dan kuota, serta melihat bagaimana berbagai jenis mata uang (atau valuta asing) diperdagangkan berdasarkan kurs tukar valuta asing.

ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas ASEAN dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif  bagi negara-negara anggota ASEAN, melalui skema CEPT-AFTA. Sebagai contoh dari cara kerja AFTA adalah sebagai berikut, Vietnam menjual sepatu ke Thailand, Thailand menjual radio ke Indonesia, dan Indonesia melengkapi lingkaran tersebut dengan menjual kulit ke Vietnam. Melalui spesialisasi bidang usaha, tiap bangsa akan mengkonsumsi lebih banyak dibanding yang dapat diproduksinya sendiri. Dalam konsep perdagangan tersebut tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan nontarif bagi negara-negara ASEAN melalui skema CEPT-AFTA. Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Dalam melakukan pedagangan sesama anggota, biaya operasional mampu ditekan sehingga akan menguntungkan.

Pada pelaksanaan perdagangan bebas khususnya di Asia Tenggara yang tergabung dalam AFTA proses perdagangan tersebut tersistem pada skema CEPT-AFTA. Dalam skema CEPT-AFTA barang-barang yang termasuk dalam skema adalah semua produk manufaktur termasuk barang modal, produk pertanian olahan, serta produk-produk yang tidak termasuk dalam definisi produk pertanian. Dalam skema CEPT, pembatasan kuantitatif dihapuskan segera setelah suatu produk menikmati konsesi CEPT, sedangkan hambatan nontarif dihapuskan dalam jangka waktu 5 tahun setelah suatu produk menikmati konsensi CEPT.

Produk CEPT diklasifikasikan kedalam 4 daftar, yaitu Inclusion List (IL), General Exception List (GEL), Temporary Exclusions List (TEL), dan Sensitive List (SL).

Inclusion List yaitu daftar yang berisi produk-produk yang memenuhi kriteria jadwal penurunan tarif, tidak ada pembatasan kuantitatif, dan hambatan nontarifnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun.

General Exception List (GEL), yaitu daftar produk yang dikecualikan dari skema CEPT oleh suatu negara karena dianggap penting untuk alasan perlindungan keamanan nasional, moral masyarakat, kehidupan dan kesehatan dari manusia, binatang atau tumbuhan, nilai barang-barang seni, dan benda-benda bersejarah atau arkeologis. Contoh : senjata dan amunisi, narkotik, dan sebagainya.

Temporary Exclusions List (TEL) merupakan daftar yang berisi produk-produk yang dikecucalikan sementara untuk dimasukkan dalam skema CEPT. Produk-produk TEL berupa barang manufaktur harus dimasukkan kedalam IL paling lambat 1 Januari 2002. Produk-produk dalam TEL tidak dapat menikmati konsensi tarif CEPT dari negara anggota ASEAN lainnya. Produk dalam TEL tidak ada hubungannya sama sekali dengan produk-prodiuk yang tercakup dalam ketentuan General Exceptions.

Sensitive List (SL) merupakan daftar yang berisi produk-produk berkategori produk-produk pertanian bukan olahan maupun produk-produk yang telah mengalami perubahan bentuk sedikit dibanding bentuk asalnya

Dalam CEPT dimungkinkan suatu negara menunda pemasukan produk Temporary Exclusion List (TEL) ke dalam Inclusion List (IL). Hal ini dapat dilakukan apabila suatu negara belum siap untuk menurunkan tarif produk manufaktur, dengan catatan penundaan tersebut bersifat sementara. Suatu produk di dalam Inclusion List tidak dapat dipindahkan ke Temporary Exclusion List atau Sensitive List. Namun demikian, salah satu ketentuan perjanjian CEPT mengatur bahwa negara-negara anggota dapat menunda sementara preferensi yang diberikan tanpa diskriminasi, apabila suatu sektor menderita kerugian atau menghadapi ancaman kerugian.

Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi, dan meningkatkan perdagangan antaranggota ASEAN. Oleh karena itu, penerapan AFTA selain berguna untuk meningkatkan perdagangan antaranggota juga memiliki beberapa persyaratan produk yang harus dipenuhi yaitu:

  1. Produk yang bersangkutan harus sudah masuk dalam Inclusion List (IL) dari negara eksportir maupun importir.
  2. Produk tersebut harus mempunyai program penurunan tarif yang disetujui oleh Dewan AFTA
  3. Produk tersebut harus memenuhi persyaratan kandungan lokal 40%. Suatu produk dianggap berasal dari negara anggota ASEAN apabila paling sedikit 40% dari kandungan bahan didalamnya berasal dari negara anggota ASEAN.

Sesungguhnya, berbicara soal AFTA tentu berkaitan erat dengan perdagangan. Dan berbicara soal perdagangan, tidak hanya berkaitan dengan barang/jasa melainkan juga berkaitan dengan manusia. Negara-negara yang ekonominya maju, rakyatnya pasti dapat hidup mapan. Hal inilah yang diimpikan oleh ASEAN melalui AFTA. AFTA mengusahakan agar perdagangan antar negara ASEAN dapat berlangsung lancar, sehingga mendukung perkembangan ekonomi seluruh anggota ASEAN. Bila seluruh negara anggota ASEAN telah mapan ekonominya, hal ini tentu mendorong terbentuknya masyarakat sejahtera.

Selain berdampak terhadap masyarakat, perdagangan bebas juga berdampak pada tenaga kerja suatu negara (dalam hal ini Indonesia). Tenaga kerja yang bekerja di sektor perdagangan, industri, dan produksi jelas merasakan keuntungan dari perdagangan bebas. Jalur mereka untuk mengembangkan usaha ke luar negeri menjadi sangat lapang dan nyaris bebas hambatan. Keuntungan mereka akan cepat sekali mengalir. Inilah yang menjadi alasan mengapa produsen yang cakupan produksinya ke luar negeri biasanya adalah produsen yang mapan dan pemiliknya adalah orang yang sukses. Kesuksesan instansi produksi tentu akan berdampak positif pada kesejahteraan tenaga kerjanya. Mereka yang mendapatkan upah baik akan dapat hidup dengan baik.

Ringkasnya, semua tenaga kerja ingin hidup mapan. Di zaman sekarang, hidup mapan hanya bisa dicukupi jika memiliki penghasilan memadai. Penghasilan memadai diperoleh dari hasil usaha baik wirausaha maupun bekerja di suatu perusahaan. Jika perusahaan ingin maju, sangat baik jika badan usaha tersebut mampu mengembangkan usahanya hingga ke luar negeri. AFTA sebagai wadah perdagangan antar negara ASEAN telah menyediakan jalur yang mulus bagi terciptanya perdagangan internasional yang bebas. Akibatnya, perusahaan dapat berekspansi dengan sebebas-bebasnya dan tenaga kerja akan mendapat penghasilan yang sangat baik.


DAFTAR PUSTAKA

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA). [Online]. Available: http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA. (2 September 2013).

Hikam, Muhammad. (1997). Kinerja dan produktivitas tenaga kerja di sektor industri. Jakarta: LIPI.

Inayati. (2010). Implementasi AFTA: tantangan dan pengaruhnya terhadap Indonesia.  Jakarta: LIPI.

Kertonegoro, Sentanos. (2001). Ekonomi tenaga kerja. Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja Indonesia.

Silalahi, P.R. (1994). AFTA: dalam proses globalisasi. Jakarta: CSIS.

Categories: Ekonomi, Geografi | Tag: , , , , , , , , , , , , , , | Tinggalkan komentar

Navigasi pos

Tulis komentar Anda