Berbagai Kekeliruan Menyikapi Pengobatan Alternatif yang Menjanjikan Kesembuhan Bagi ODHA

HIV, AIDS, pengobatan alternatif, ARVAIDS adalah salah satu penyakit yang paling menakutkan di seluruh dunia. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindrom yang disebabkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus).1 HIV adalah virus yang termasuk golongan retrovirus. Virus ini menyerang sel darah putih tipe CD4. Sel CD4 adalah sel darah putih yang bertugas mendeteksi datangnya suatu benda asing dalam tubuh dan memberitahu sistem kekebalan tubuh untuk segera memberi respon yang tepat.2 Penurunan jumlah sel CD4 akibat serangan HIV membuat sistem pertahanan tubuh menjadi lemah karena tubuh tidak dapat mendeteksi benda asing yang masuk ke tubuh. Ketika sistem pertahanan tubuh sudah lumpuh dan penyakit-penyakit infeksi mulai berjangkit, maka pada saat itulah seseorang disebut menderita AIDS. Secara terminologi, orang yang telah mengidap AIDS disebut ODHA (Orang dengan HIV/AIDS).

Masuknya HIV ke dalam tubuh manusia tidak langsung membuatnya jatuh sakit. Jika seseorang tertular HIV maka pada kurun waktu antara 5 s.d. 10 tahun baru akan mencapai masa AIDS karena sel-sel CD4 sudah banyak yang rusak. Akibatnya, tubuh penderita menjadi rentan terhadap berbagai penyakit infeksi. ODHA dapat mengidap lebih dari 70 jenis infeksi oportunistik. Penyakit yang datang pada masa AIDS itulah yang bisa mematikan karena tidak dapat dilawan oleh tubuh.3 Pada tahun 2012, tercatat sekitar 35,3 juta penduduk dunia hidup dengan HIV dimana 1,6 juta penduduk dunia meninggal akibat komplikasi AIDS.1

HIV, AIDS, ARV, terapi, pengobatan alternatif, kontra

Struktur luar virus HIV

HIV, AIDS, ARV, terapi, pengobatan alternatif, kontra

Komponen virus HIV

Berbagai usaha untuk menjinakkan dan menghancurkan HIV telah bertahun-tahun diupayakan oleh para tenaga medis dan peneliti. ARV (Antiretrovirus) adalah salah satu hasil dari penelitian tersebut yang paling berhasil menangani HIV. ARV adalah golongan obat yang berkerja dengan cara menekan pertumbuhan atau perkembangbiakan virus jenis retrovirus. Meskipun namanya adalah Antiretrovirus, ARV ini tidak bekerja untuk mematikan HIV melainkan menekan perkembangbiakan virus tersebut sehingga meningkatkan kekebalan tubuh untuk melawan penyakit-penyakit infeksi.4 ARV tidak dapat seratus persen menyembuhkan ODHA, tetapi dapat membantu mengendalikan HIV dalam tubuh penderita.

Kelemahan dari penggunaan ARV ini adalah penderita wajib mengonsumsinya setiap hari seumur hidup. ARV juga ada efek sampingnya. ARV ada yang menyebabkan anemia (Zidovudin), alergi berat (Nevirapin), pusing dan kesemutan yang lumayan mengganggu, walaupun tidak sukar untuk mengatasi efek samping tersebut. tetapi bisa diobati dan bisa diantisipasi. Faktanya, tanpa mengonsumsi ARV semua orang yang terinfeksi HIV lambat atau cepat akan memburuk kesehatannya dan meninggal. Manfaat ARV jelas sekali karena dapat menyelamatkan nyawa dan memperbaiki kualitas hidup ODHA.5

Tidak semua orang paham betul akan kegunaan ARV. Kebosanan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan sebagai efek samping obat adalah faktor-faktor utama yang menyebabkan orang malas mengonsumsi obat tersebut dan memilih putus obat. Sebagian orang beralih untuk menggunakan pengobatan alternatif sebagai jalan keluar mereka. Yang menjadi permasalahan di sini adalah bahwa efektivitas dan manfaat dari pengobatan alternatif masih dipertanyakan oleh kalangan medis.

Dikutip dari Peraturan Menteri Kesehatan, pengobatan alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional.6 Istilah pengobatan alternatif dapat merujuk kepada pengobatan medis apapun yang tidak diklasifikasikan sebagai praktik standar dalam sistem kedokteran Barat.7 Jenis-jenis pengobatan alternatif dapat berupa hipnoterapi, akupuntur, akupresur, naturopati, homeopati, shiatsu, osteopati, pijat urut, jamu, herbal, gurah, terapi ozon, dan lain-lain.6

Jika seseorang berkonsultasi ke dokter mengenai kondisi dirinya yang mengidap HIV, dokter tidak akan langsung menyarankan untuk menggunakan pengobatan alternatif. Dokter akan mewajibkan untuk menjaga kebugaran jasmani dan rohani. Jika keadaannya ternyata sudah parah (level sel CD4 kurang dari 350), barulah diberikan ARV.4 Pengobatan alternatif tidak dilarang, tetapi pengobatan alternatif tidak boleh dipandang sebagai obat pengganti ARV, melainkan sebagai komplementer yang dapat meningkatkan kinerja ARV dalam memperbaiki kondisi tubuh. Oleh sebab itu, tampaknya istilah pengobatan alternatif lebih tepat disebut sebagai pengobatan komplementer mengingat sifatnya yang dapat melengkapi kinerja dari ARV dan bukannya sebagai alternatif dari ARV.

Banyak obat tradisional yang memang baik untuk menjaga kesehatan dan terbukti aman setelah ratusan tahun dipakai oleh nenek moyang kita. Buah-buahan dan sayur juga perlu setiap hari dimakan untuk menjaga kesehatan. Namun, sampai sekarang ini belum ada penelitian yang dapat membuktikan bahwa pengobatan-pengobatan alternatif tersebut mampu untuk membunuh HIV dalam tubuh.5 Artinya, ARV tetap wajib dikonsumsi jangka panjang. Konsumsi ARV boleh ditambah dengan obat tradisional untuk memperbaiki kondisi fisik, namun ARV tidak boleh digantikan oleh pengobatan alternatif.

Menurut Syaiful W. Harahap8, obat-obatan herbal bisa saja diminum tapi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga stamina, bukan untuk mengobati HIV/AIDS. Kalaupun ada kesaksian tentang obat-obatan herbal yang disebutkan bisa mengobati HIV/AIDS sampai sekarang belum ada pembuktian secara medis.

Sensasi kesembuhan ajaib yang sering dialami seseorang saat berobat alternatif dapat diterangkan oleh  penggunaan obat-obatan dari bahan tumbuh-tumbuhan/herbal yang mengandung vitamin, antioksidan, atau zat yang dapat memperkuat ketahanan tubuh, meningkatkan stamina, atau memberikan efek analgesik/antinyeri. Karena konsumsi obat-obatan herbal tersebut, daya tahan tubuh mengalami peningkatan, rasa nyeri berkurang, dan tenaga dirasakan bertambah. Merasa sudah sehat berobat alternatif, banyak penderita berhenti minum obat dari dokter, sehingga virus muncul kembali tanpa hambatan sehingga keadaan pasien memburuk.9

Jika ada pengakuan bahwa sebelum minum obat herbal hasil tes HIV positif, lalu setelah minum obat herbal hasil tes negatif itu tidak membuktikan HIV tidak ada lagi dalam darah. Kondisi itu adalah HIV tidak terdeteksi. Hal yang sama terjadi pada pengidap HIV/AIDS yang minum obat antiretroviral (ARV).8

herbal, pengobatan alternatif, ARV, HIV, AIDS

Herbal, salah satu jenis pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif, meski dianggap efektif menyembuhkan HIV/AIDS pada beberapa orang, memiliki banyak hal yang perlu diperdebatkan.

Dr Paul Offit mengatakan bahwa kekecewaan pasien dengan obat-obatan anti-HIV standar yang diberikan oleh dokter dapat diterima dan dimengerti. Akan tetapi, mengganti obat dari dokter dengan pengobatan alternatif tidak boleh dilakukan.10 Pengobatan alternatif yang belum terbukti bukanlah jawaban untuk masalah AIDS dan justru berpeluang menyakiti ODHA tanpa dapat dipertanggungjawabkan.

Secara hukum, sebenarnya penyelenggaraan pengobatan alternatif memiliki dasar hukum sehingga pengobatan alternatif tidak dilarang di negara kita. Beberapa dasar hukum yang dimaksud adalah:

  1. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
    • Pasal 1 butir 16 Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
    • Pasal 48 Pelayanan kesehatan tradisional
    • Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisonal
  2. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. : 1076/Menkes/SK/2003 tentang pengobatan tradisional.
  3. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. : 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan.
  4. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 120/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan hiperbarik.
  5. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No. HK.03.05/I/199/2010 tentang pedoman kriteria penetapan metode pengobatan komplementer–alternatif yang dapat diintegrasikan di fasilitas pelayanan kesehatan.6

Memiliki dasar hukum yang jelas bukan berarti penyelenggaraannya bisa dilakukan sebebas mungkin. Setiap produk pengobatan alternatif harus memiliki izin khusus dari lembaga yang berwenang dan harus menjaga kualitas produknya. Sayangnya, mengenai aspek legalitas sepertinya banyak produk pengobatan alternatif yang belum terdaftar. Dan karena banyak yang belum terdaftar (ilegal),  khasiat dan efeknya masih dipertanyakan. Buktinya, pada tanggal 8 November 2013 Badan POM kembali menemukan 59 jenis obat tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) beredar di pasaran. Sebanyak 57 jenis di antaranya merupakan produk obat terlarang atau tidak terdaftar (ilegal).11 Hal ini menunjukkan bahwa ada sebagian oknum yang memanfaatkan kepercayaan masyarakat pada pengobatan alternatif untuk mencari keuntungan semata tanpa memperhitungkan kerugian yang dialami konsumen.

Memiliki nomor pendaftaran pun belum menjamin kualitas dan kesembuhan. Salah satu buktinya dapat dilihat pada cuplikan berita Badan POM di atas. Dari 59 jenis obat tradisional berbahaya yang ditemukan, ternyata ada dua produk yang sudah terdaftar tapi masih menunjukkan indikasi penggunaan BKO. BKO yang digunakan biasanya berjenis penenang atau penghilang rasa sakit. Penggunaan BKO bertujuan agar konsumen merasa lebih bugar setelah mengonsumsi obat tradisional tersebut. Padahal, BKO yang ada dalam obat tradisional tentu jenis dan dosisnya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga seringkali bersifat racun dan membahayakan. Lagipula, karena jenis BKO yang digunakan biasanya hanya penghilang rasa sakit, sesungguhnya BKO ini tidak menyembuhkan penyakit yang diderita seseorang. BKO hanya meredakan rasa nyeri yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut, tetapi keganasan penyakit tersebut tentu tidak berkurang.

Simpulannya, sesungguhnya pengobatan alternatif tidak dilarang oleh dokter dan secara hukum pun ada peraturan yang menaunginya. Hanya saja, ada beberapa syarat yang harus dipatuhi oleh penyelenggara pengobatan alternatif maupun oleh pasien HIV/AIDS. Syarat pertama, adalah bahwa konsumsi atau penggunaan pengobatan alternatif harus sebagai komplemen dari obat ARV yang diberikan oleh dokter. ARV adalah obat utama bagi ODHA yang penyakitnya sudah parah. Pengobatan alternatif harus dipandang sebagai penunjang yang mempercepat perbaikan kondisi tubuh. Syarat kedua, penyelenggara praktik pengobatan alternatif harus memiliki surat izin dari lembaga berwenang yang menunjukkan legalitasnya, mampu menjaga kualitas pelayanannya, dan mampu menujukkan kredibilitas usahanya. Syarat ketiga, konsumen tidak boleh lantas memercayai iklan-iklan yang ditawarkan oleh penyelenggara pengobatan alternatif. Semua harus diselidiki dulu apakah produk tersebut dapat dipercaya atau tidak, benar-benar bermanfaat atau tidak, aman atau tidak, dan apa saja efek samping yang mungkin timbul. Bagaimanapun, sembuh atau tidaknya seseorang tentu orang tersebut yang akan mengalami. Cara terbaik adalah berkonsultasi ke dokter karena dokter telah memahami dengan baik cara-cara penanganan yang tepat untuk pasien HIV/AIDS.


DAFTAR PUSTAKA

  1. The Global HIV/AIDS Epidemic [internet]. 10 Oktober 2013 [diakses 7 November 2013]. Tersedia di http://kff.org/global-health-policy/fact-sheet/the-global-hivaids-epidemic/
  2. CD4 Count [internet]. 10 Oktober 2010 [diakses 9 November 2013]. Tersedia di http://www.aids.gov/hiv-aids-basics/just-diagnosed-with-hiv-aids/understand-your-test-results/cd4-count/
  3. Harahap SW. Debat AIDS yang Tak Berujung [internet]. 16 Oktober 2010 [diakses 8 November 2013]. Tersedia di http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/16/debat-aids-yang-tak-berujung-291765.html
  4. Sofro MAU. Apakah ARV Efektif Mengobati HIV? [internet]. 10 November 2009 [diakses 7 November 2013]. Tersedia di http://netsains.net/2009/11/apakah-arv-efektif-mengobati-hiv/
  5. Djoerban Z. Selain ARV, Adakah Obat Alternatif Sembuhkan AIDS? [internet]. 1 Januari 2012 [diakses 8 November 2013]. Tersedia di http://lifestyle.okezone.com/read/2012/01/01/27/550051/selain-arv-adakah-obat-alternatif-sembuhkan-aids
  6. Pengobatan Komplementer Tradisional–Alternatif [internet]. [diakses 7 November 2013]. Tersedia di http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=66:pengobatan-komplementer-tradisional-alternatif
  7. Definisi: Pengobatan Alternatif [internet]. [diakses 7 November 2013]. Tersedia di http://kamuskesehatan.com/arti/pengobatan-alternatif/
  8. Harahap SW. AIDS Bisa Disembuhkan dengan Racun Madu dan Obat Herbal? [internet]. 3 November 2013 [diakses tanggal 8 November 2013]. Tersedia di http://www.aidsindonesia.com/2013/11/aids-bisa-disembuhkan-dengan-racun-madu.html
  9. Priadi E. Bahaya Dibalik Pengobatan Alternatif [internet]. 28 September 2013 [diakses 8 November 2013]. Tersedia di http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/09/29/bahaya-dibalik-pengobatan-alternatif-596771.html
  10. Ashbrook T. How Safe And Effective Is Alternative Medicine? [internet]. 9 Juli 2013 [diakses 7 November 2013]. Tersedia di http://onpoint.wbur.org/2013/07/09/alternative-medicine
  11. BPOM Keluarkan “Public Warning” Terhadap 59 Obat Tradisional Berbahaya [internet]. 8 November 2013 [diakses 9 November 2013]. Tersedia di http://www.beritasatu.com/kesehatan/149026-bpom-keluarkan-public-warning-terhadap-59-obat-tradisional-berbahaya.html
Categories: Kesehatan, Kimia Terapan, Makhluk Hidup & Biologi, Sosial | Tag: , , , , , , , , , , , , , | 2 Komentar

Navigasi pos

2 thoughts on “Berbagai Kekeliruan Menyikapi Pengobatan Alternatif yang Menjanjikan Kesembuhan Bagi ODHA

  1. salam kenal

Tulis komentar Anda